DEKONTRUKSI KURIKULUM TEKNOLOGI PENDIDIKAN
OLEH:
LIVINUS INGGE
NIM: 2011220423
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa karena atas berkat dan rahmat-nya sehingga dapat menyelelslaikan makalah
ini.
Delam menyelesaikan makalah ini penulis banyak mendapatkan
bantuan baik moril maupu material dari banyak pihak terutama dosen pembimbing
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mencari materi dan bias
menambah wawasan.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
baik dari susuan maupun isi dari makalah ini. Untuk itu penulis mengharapakan
kritik dan saran yang sifatnya membangun demi memperbaiki makalah ini.
Ende, maret 2013
LIVEN INGGE
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
DAFTAR
ISI
BAB
1 PENDAHULUAN
1.1 LATA BELAKANG
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.3 TUJUAN
BAB
II PEMBAHASAN
2.1 TANTANGAN DI MASA MENDATANG
2.2 MENYAMAI PARADIGMA
2.3 REORIENTASI KURIKULUM
BAB
III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perubahan
pasti terjadi, karena perubahan hanya soal waktu. Perubahan social order
dan tata dunia baru menuju era informasi telah melahirkan tantangan nyata bagi
dunia pendidikan. Saat ini kita bukan hanya hidup di millenium baru, melainkan
tengah manapaki era baru yakni; era informasi. Hadirnya semua perubahan yang
serba pesat dan mencakup totalitas sendi kehidupan manusia. Tentu saja membutuh
cara-cara baru dalam berfikir dan bertindak untuk dapat mencapai kesejahteraan
dan kedamaian hidup manusia. Kondisi semacam ini tentu saja sungguh-sungguh
memerlukan kontribusi pemikiran yang kritis lagi kreatif dari rumpun ilmu
pendidikan, khususnya Kurikulum Teknologi Pendidikan yang memiliki wewenang
menentukan arah dan proses pembelajaran, agar masyarakat tidak mengalami gegar
budaya. Sebaliknya, justru memiliki kesadaran budaya yang lebih proaktif lagi
produktif dalam konteks perubahan menuju tata dunia beru, sehingga mampu
membangun eksistensinya menjadi lebih baik lagi.
Bersamaan dengan hadirnya era
informasi yang tengah melanda dunia pendidikan tersebut, selama ini kehadiran
Kurikulum Teknologi Pendidikan cenderung dipahami sebagai wahana siap isi yang
bentuknya hanya akan sangat tergatung (depend on) dari hasil kolaborasi
antara pemilik pesan, perancang pesan, dan subyek sasaran penerima pesan.
Kehadiran Kurikulum Teknologi Pendidikan hanya menjadi focus perhatian pada
tingkat perancangan dan pengembangan semata. Sementara pada tingkat
implementasi sangat lemah control dan intervensinya.
Selama ini rancang-bangun Kurikulum
Teknologi Pendidikan sangat kental warna pemikiran yang bercorak constructivism
yang mengandalkan segala hal peristiwa belajar dan perolehannya dapat dibangun
melalui penyediaan Kurikulum Teknologi Pendidikan yang telah baku. Kolaborasi
antara psikologi behavioristic dan constructivistic yang hadir
dalam bentuk kurikulum dan teknologi pendidikan inilah yang selama ini merajai
cara pandang kurikulum dan teknologi pendidikan sebagai suatu keniscayaan.
Terjadinya hal yang demikian karena kerangka berfikir yang melandasi
beroperasinya kurikulum dan teknologi pendidikan sangat lekat dengan paradigma
psikologi behavioristic. Akibatnya, kurikulum dan teknologi pendidikan
kemudian berperan sebagaimana “juklak” (petunjuk pelaksanaan) sehingga corak
san ragam kegiatan belajar sangat tergantung pada teknologinya, juga
perolehannya ditentukan oleh beroperasinya teknologi pendidikan yang dipilih.
Kondisi semacam ini menjadikan peran guru sebagai fasilitator bukan hanya tidak
relevan melainkan juga tidak mampu mengekplorasi beragam kebutuhan belajar.
Dengan demikian, pembelajaran semacam ini menjadi dipertanyakan kembali
kebermaknaannya. Rendahnya mutu pendidikan, tidak relevannya produk pendidikan
dengan kebutuhan masyarakat, tidak meratanya kesempatan belajar dan tidak
bermaknanya pembelajaran adalah inventaris masalah sekaligus “mimpi buruk” yang
tengah melandan republic ini. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, apa yang
dapat dilakukan oleh Kurikulum dan Teknologi Pendidikan dalam menjalankan
perannya sebagai penentu arah proses pembelajaran? Bagaimanakah peran yang
hendak dimainkan oleh Kurikulum dan Teknologi Pendidikan di masa-masa yang akan
datang dalam menapaki perubahan menuju era informasi yang tengah melanda dunia
pendidikan.
1.2 Rumusan masalah
Masalah
adalah kebutuhan yang perlu dipecahkan
atau setiap kesulitan yang menggerakan manusia untuk memecahkannya. Dari
latar balakang, tujuan dan identifikasi masala penuis dapat merumuskan masalah
sebagai berikut:
1.
Apakah yang dapat dilakukan oleh kurikulum dan teknologi
pendidikan dalam menjalankan perannya sebagai penentuh arah proses
pembelajaran?
2.
Bagaimanakah peran kurikulum dan teknologi pendidikan
dimasa-masa yang akan datang didunia pandidikan?
1.3 Tujuan
Era informasi yang ditandai dengan
hadirnya revolusi teknologi informasi telah “memaksa” munculnya fenomena baru
dalam masyarakat revolusi teknologi informasi. Lebih dari itu, dunia yang
kemudian dikenal dengan information based society. Siap atau tidak siap
dunia pendidikan dituntut untuk mampu menyesuaikan dengan perubahan ini, jika
tidak ingin terlindas pada ghalibnya pendidikan dituntut untuk mampu menjawab
tantangan perubahan jaman di era informasi ini.
Dalam kondisi semacam inilah
kemudian peristiwa belajar masyarakat, perilaku belajar, dan makna belajar
masyarakat perlu diformulasikan kembali dengan cara meredefinisi makna
pembelajaran. Kurikulum dan Teknologi Pendidikan apabila dihadapkan pada
perubahan menuju era informasi ini kemudian sungguh-sungguh membutuhkan makna
dan formulasi baru sehingga perlu meredefinisi eksistensinya, supaya mampu
menjadi bagian dari perubahan jaman bukan malah menjadi obyek perubahan.
Sedikitnya, terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan untuk
bisa membangun kembali paradigma pembelajaran serta kurikulum dan teknologi
pendidikan di era informasi sekarang ini. (1) adalah perlunya ditinjau ulang
paradigma psikologi pendidikan tentang potensi belajar. (2) perlunya perubahan
paradigma tentang keberbakatan sebagai titik pusat keunggulan. (3) perubahan
social yang tengah melanda masyarakat, mencakup institusi keluarga, kultur dan
struktur social, dunia kerja, dunia pergaulan; termasuk percepatan kematangan
seksualitas remaja dan tanggungjawab moral remaja, sangkar besi media audio
visual, demokratisasi dan pluralisme masyarakat.
Kehadiran kurikulum dan teknologi
pendidikan yang cenderung menjadi semacam “petunjuk pelaksanaan” yang telah
baku apabila dihadapkan pada konteks perubahan menuju era informasi menjadi
tidak relevan lagi. Hal ini lebih dikarenakan setiap individu siswa membutuhkan
terjadinya proses dan peristiwa belajar yang berdimensi lebih luas dari sekedar
apa yang dipreskripsikan oleh sebuah kurikulum dan teknologi pendidikan itu
sendiri. Seiring gerak langkah perubahan menapaki era informasi sekarang ini,
peristiwa belajar dengan sendirinya akan bercorak multidimensional yang
kehadirannya mau tidak mau harus melibatkan pemikiran bersifat kontingensial
dan pengambilan-pengambilan keputusan yang bersifat transaksional berdasarkan
posisi tawar yang dimiliki masing-masing individu. Diakui atau-pun tidak, hal
semacam inilah yang selama ini gagal dijadikan egenda prioritas utama pemikiran
para pengembang kurikulum dan teknologi pendidikan.
BAB II
PENBAHASAN
2.1 Tantangan-tantangan di Masa Mendatang
Setidaknya ada terdapat tiga peran
ideal yang patut dimainkan oleh Kurikulum Teknologi Pendidikan di masa
mendatang. Peran ideal itu antara lain; (1) sebagai “pusat keunggulan” atas
beragam pemikiran tentang teori pendidikan dan proses pembelajaran ideal yang
mampu memberikan sumbangan bagi lahirnya pembelajaran dan mampu memberikan
sumbangan (membidani) bagi lahirnya pembelajaran yang mengembangkan dimensi
kemanusiaan siswa. Dalam konteks inilah Kurikulum Teknologi Pendidikan menjadi
lahan sekaligus memediasi persemaian gagasan bagi para pemikir muda (mahasiswa)
yang memiliki concern dan commitment tingga terhadap perkembangan Kurikulum dan
Teknologi Pendidikan. (2) Kurikulum Teknologi Pendidikan idelanya mampu
memainkan peran sebagai “tangki pemikir” yang sanggup melahirkan paradigma baru
pendidikan sekaligus menjawab tantangan perubahan jaman. Dalam konteks ini,
Kurikulum Tekanologi Pendidikan idealnya mampu membidani lahirnya figur-figur
pemikir tentang pendidikan masa depan. Menempatkan akademisi-akademisi yang
memiliki kepribadian independent yang sanggup menelurkan gagasan-gagasannya
sekaligus memperjuangkannya. Bukan menempatkan academic client;
akademisi yang tidak profesional, kacangan, dan hanya membebek pada kepentingan
negara adalah akademisi yang semakin membuat carut-marut wajah Kurikulum
Teknologi Pendidikan. (3) Hal yang tak kalah pentingnya adalah eksistensi
Kurikulum Teknologi Pendidikan sendiri. Secara institusional idealnya Kurikulum
Teknologi Pendidikan harus sanggup memainkan peran sebagai presure group atas
beragam regulasi kebijakan pendidikan dan praxis teknologi pendidikan di
sekolah dan universitas yang berbasis pada teori-teori perubahan sosial dan
teori-teori belajar sosial yang memenuhi standart akuntabilitas ilmiah.
Lewat peran-peran ideal inilah
Kurikulum Teknologi Pendidikan dapat memberikan kontribusi nyata terhadap
siklus dinamika perkembangan pendidikan dan pembelajaran pada satu sisi, dan
pada sisi yang lain berbasis Teknologi Pendidikan yang mantap niscaya mampu
menjawab tantangan perubahan jaman dengan memberikan pencerahan kepada warga
belajar dalam proses pembelajarannya. Dengan kontribusi yang nyata seperti
itulah eksistensi Kurikulum Teknologi Pendidikan niscaya semakin berkibar dan
menebar harum pesona dan yang lebih penting mampu menjadi salah satu elemen
kuat bagi terwujudnya civil society organization yang mampu hidup dalam
alam demokrasi.
Apabila semua itu dapat dilakukan
oleh Kurikulum Teknologi Pendidikan sebagai institusi maupun sebagai academic
culture, niscaya eksistensi Kurikulum Teknologi Pendidikan akan sangat
dihargai tidak dipandang sebalah mata dan yang lebih penting tidak dipandang
sebagai warga civitas akademika kelas dua yang remehkan. Tanpa mampu
menunjukkan karya nyata niscaya keberadaan Kurikulum Teknologi Pendidikan tidak
lebih hanyalah sebagai fosil usang yang memudar maknanya. Semua itu berpulang
pada penggede-penggede Kurikulum Teknologi Pendidikan yang sekarang
memegang kendali penentuan figur-figur calon dosen yang akan direkrut sebagai
akademisinya; apa yang harus dan bisa mereka lakukan untuk membangun eksistensi
dan paradigma baru Kurikulum Teknologi Pendidikan mendatang.
2.2 Menyemai Paradigma
Kurikulum Teknologi Pendidikan
idealnya mampu memproduksi fluid learning environment yang memungkinkan
setiap individu peserta belajar leluasa melakukan eksplorasi dan pencarian
maknna setiap persoalan yang dihadapi; menemukan kemungkinan alternatif lain
aneka pemecahan masalah yang berbasis pada potensi diri (bakat) yang dimiliki
masing-masing individu. Diakui atau tidak, setiap individu memiliki problem
eksistensial yang beragam dan berbeda satu dengan lainnya, karenanya
sungguh-sungguh tidak relevan dan tak memadahi apabila mereka diformat untuk
belajar secara sama (masive). Dalam konteks ini design Kurikulum
Teknologi Pendidikan yang selama ini memiliki corak prescriptive yang mendorong
perilaku belajar massive dan seragam sudah selayaknya dikritisi dan yang lebih
penting segera diakhiri. Dengan demikian, paradigma konstruksionisme dan
behaviorisme sudah selayaknya dibongkar dan diakhiri penerapannya. Sebagai
gantinya, kemudian diusulkan untuk diterapkan paradigma humanisme dan
eksistensialisme dalam mendesign dan menciptakan lingkungan belajar yang
menantang dan menyenangkan.
Lingkungan belajar dimanapun selayaknya
didesign supaya mampu menghadirkan keleluasaan pilihan belajar dengan
memberikan “kemerdekaan” kepada individu untuk melakukan elaborasi wacana dan
tema-tema persoalan yang menantang begi terjadinya proses belajar. Lebih
lengkap lagi, kemudian proses belajar didukung perangkat multimedia yang
memungkinkan terjadinya proses perolehan pengetahuan, pencerahan hati-nurani,
dan pemahaman atas sebuah persoalan, sehingga kemudian dapat mengembangkan
suatu produk yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah-masalah yang sedang dan
akan dihadapi dalam hidup; sekaligus merancang masa depan sesuai dengan visi
dan misi kehidupan siswa masing-masing.
Pada level yang luas (macro),
seperti apakah wujudnya? Setiap pokok bahasan atau materi pelajaran hendaknya
dapat diakses melalui beragam teknologi pendidikan yang menyajikan beragam
kemungkinan belajar bagi siswa. Bagaimana dengan bentuknya? Model-model belajar
siswa seperti participatory learning dan experimental learning
sangat menantang bagi terjadinya kesadaran kritis bagi setiap individu (siswa)
dalam menghadapi dan menyelesaikan problem-problem eksistensialnya
masing-masing.
2.3 Reorientasi Kurikulum
Memperhatikan perombakan seperti di
atas maka kemudian dipandang perlu dipertanyakan dan dikaji ulang, apakah
tenaga profesional (dosen) dan mahasiswa (calon tenaga profesional) di bidang
Kurikulum Teknologi Pendidikan telah memiliki visi tersebut? Jika tidak! Maka
lonceng kematian profesi Kurikulum Teknologi Pendidikan sudah di ambang pintu!
Kemudian peranannya akan segera digantikan oleh khalayak praktisi luas seperti
production house, media planner, designer grafis, dan aktivist media. Apa yang
perlu dilakukan sekarang? Adalah memahami dan mengakomodasi secara kreativ segala
perubahan realitas sosial tentang peristiwa belajar siswa beserta paradigma
berfikir yang melandasi operasionalnya niscaya merupakan kebutuhan [dasar] yang
tidak bisa ditawar lagi! Subyek pelaku belajar dan lingkungan belajar mesti
dipahami dalam konteks kultural yang humanis dan eksistensial.
Dengan demikian, hal ini niscaya
membawa konsekuensi pada dilakukannya reorientasi kurikulum di jurusan
Kurikulum Teknologi Pendidikan. Ini bukan sebatas pada upaya untuk mencapai
relevansi pendidikan! Lebih dari itu, jurusan Kurikulum Teknologi Pendidikan
mampu tampil sebagai pionner – lebih tepaynya martyr – bagi setiap detak
perubahan di sektor kurikulum dan teknologi pendidikan. Kalaupun kenyatannya
masih jauh tertinggal, bukanlah merupakan sebuah kekalahan, melainkan sebuah
tantangan untuk kemudian bekerja keras mencapai kemajuan. Perubahan pasti
terjadi; karena perubahan hanya soal waktu!.
Teknologi pendidikan membawah akibat pada
struktur organisasi pendidikan karena di mungkinkannya timbul berbagai bentuk
pola belajar mengajar serta berbagai bentuk lembaga pendidikan. Kemungkinan ini
tidak boleh di biarkan terjadi begitu
saja melainkan harus di rancang dan di rencanakan dengan cermat melalui
serangkaian penelitian,pegembangan dan penilaian hingga mantap,baru kemudian
dapat di sebarluaskan.
Dengan kemajuan teknologi, makin
banyak bentuk dan ancaman dan ancaman sumber yang tersedia, tetepi di pihak
lain makin kabur batas pemilihan atau tanggung jawab pengelolaan sumber itu.
Maka itu perlu di tingkatkan komunikasi dan kerja sama.
Dipihak lain tanggung jawab pelaksanaan pendidikan
akan lebih menyebar dengan di manfaatkannya teknologi pendidikan. Namun
guru,bagaimanapun juga,tetap memegang peranan yang menentukan dalam proses
belajar mengajar. Pendidikan pada hakekatnya
merupakan kegiatan yang di lakukan oleh anak didik yang berakibat
terjadinya terjadinya perubahan pada
diri pribadinya. Prinsip ini mengandung arti bahwa yang harus di utamakan
adalah “kegiatan belajar anak didik” dan bukanya “sesuatu yang diberikan kepada
anak didik”. Hal ini bila dilaksanakan secarah konskuen akan memengaruhi
peranan guru,kurikulum,organisasi sekolah,jadwal,penilaian,dan lain – lain.
Dalam rangka kurikulum 1975, “perubahan pada diri” anak didik di jabarkan
sebagai perubahan yang tampak dan dapat di ukur. Bahwa pendidikan adalah proses
yang berlangsung seumur hidup.prinsip ini bila di laksanakan secara konsisten
akan dapat memengaruhi kurikulum secara radikal,yaitu tidak lagi berisikan
materi dan tradisi yang perlu di ketahui,melainkan berintikan pada “piranti”
(tools) untuk mengmbangkan pengetahuan dan teknologi secarah lanjut. Prinsip
ini juga mengharuskan adanya kontinuitas dan sikronisasi dan sikronisasi dari pendidikan yang berlangsung
di sekolah maupun di luar sekolah.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Untuk mengmbangkan program
pembelajaran, terutama dalam perencanaan model atau pola untuk kegiatan
pembelajaran,pemanfaatan media dan berbagai teknik pembelajaran,
penyebaran/promosi program teknologi pendidikan,serta pemahaman konsepsi dan
prinsip teknologi pendidikan.dengan pengembangan produk terutama di perlukan
dalam bidang rancangan paket – paket tersebut serta berbagai teknik dalam
pemanfaatan paket belajar. Untuk guru/tenega pendidik,terutama di bidang teori
dan aplikasi,dan media dan teknik pembelajaran,serta dalam menyebarkan
informasi dan produk teknologi pendidikan.
LIVENOX BARKETO
Komentar