UPACARA PENTI MANGGARAI-NTT
MAKNA UPACARA PENTI DI MANGGARAI
Penti merupakan salah satu upacara
adat bagi orang Manggarai, Flores NTT yang hingga kini masih terus
dilestarikan. Penti adalah sebuah ritus adat warisan leluhur Manggarai sebagai
media ugkapan syukur kepada Tuhan atas hasil panen yang diperoleh selama
setahun dan dikenal pula sebagai perayaan tahun baru bagi orang Manggarai .Pada upacara penti biasanya dilaksanakan pada bulan
agustus-september.
Rumah
adat(mbaru gendang) manggarai symbol antropologis dengan ijuk dibagian bawah tanduk
kerbau(rangga kaba) melambangkan
diikatkan dengan bahasa lambang dan bahasa tanda.simbol tanduk kerbau pada
rumah adat daerah rembong symbol prinsip kemanusiaan yaitu:nilai
kemanusiaan dengan ini melambangkan
persatuan dan kesatuan yang kokoh dan tak terpisahkan
v pada kerucut atap rumah adat
manggarai melambangkan tanggung jawabnya sebagai kepala rumah adat(ata
lami).
v Tanduk kerbau(rangga kaba) yang biasanya ditancap dibubungan rumah adat yang
melambangkan keperkasaan dan kebesaran.
Makna dari upacara penti ( syukur
panen):
Upacara Penti memiliki makna yang luhur selain sebagai
ucapan syukur kepada Tuhan dan leluhur atas hasil panen juga sebagai medium
rekonsiliasi atau perdamaian antar warga kampung. Maka tidak heran bila pada
setiap ajang perayaan penti, seluruh warga kampung berkumpul untuk bersama-sama
merayakannya baik warga yang selama ini menetap di kampung maupun mereka yang
berdomisili di luar daerah.
Pengertian upacara penti terungkap dalam beberapa sastra
Manggarai atau dikenal dengan istilah go’et
yang menggambarkan syukur atas hasil panen dan kebersamaan seperti penti weki neki’ranga sama go tawa ramak
ni aze kae lone mai lak lekar ropo sekon lekar ata mangan go demung lekar- weru
(ucapan syukur dari penduduk desa kepada Tuhan dan para leluhur karena
telah berganti tahun, telah melewati musim kerja yang lama dan menyongsong
musim kerja yang baru).
v Pada umumnya, penti dirayakan secara
bersama-sama oleh komunitas adat di suatu kampung dan dirayakan pada setiap
musim panen kebun. Maka pesta ini biasa dirayakan pada bulan agustus -September
setiap tahunnya.
v Seperti halnya pesta-pesta adat
orang Manggarai lainnya, Penti memiliki norma-norma moral spiritual yang
mengatur hubungan antara manusia dengan Sang Pencipta, hubungan manusia dengan
manusia dan manusia dengan alam lingkungan. Boleh dibilang penti memiliki
dimensi vertikal, horizontal dan sosial.
v Dimensi vertikal yakni sebagai
ucapan syukur kepada Tuhan (Mori) dan kepada para leluhur (Empo) sebagai pencipta dan
pembentuk (Mori Jari Agu De’de’k) yang harus disembah dan
dimuliakan. Menghormati Tuhan sebagai sumber hidup dan penghidupan manusia.
v Orang Manggarai mengakui
kemahakuasaan Allah dan tak lupa pula bersyukur kepada para leluhur (Empo)
yang telah mewariskan tanah (lingko) dengan memberikan persembahan yang
pantas bagi mereka atas segala jasa dan kebaikan yang telah mereka berikan.
v Sedangkan dimensi sosial dari
perayaan penti yakni untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan wa’u
(klen), panga (sub klen), aze-kae (adik kakak), anak rana
(pemberi istri), anak wina (penerima istri).
v Selain itu, dengan penti
secara tak langsung dapat mempererat dan memperkuat eksistensi orang Manggarai
seperti terungkap dalam filosofi terkenal: gendang on’e lingko pe’ang,/gendang lone tana wean untuk memperteguh
hak-hak ulayat yang dipegang oleh para tetua adat atas lingko-lingko/ulayat
yang dimiliki atau yang digarap.
v Penti juga memperkuat kepemilikan tanah
oleh warga yang menerima bagian dari lingko-longko/ulayat tersebut baik
mereka yang berada di desa maupun yang berdomisili di tempat lain. Di mana
mereka mempunyai kewajiban moril untuk menjaga kelestarian lingkungan hidupnya terutama
di dalam komunitas kampung, pekuburan dan mata air.
v Sementara itu, dimensi sosial dari
penti yakni sebagai reuni(demung) keluarga besar. Penti sebagai
ajang pertemuan bagi anggota komunitas yang masih memiliki hubungan genealogis
dengan mereka yang merayakannya.
v Perayaan penti juga sebagai
wadah untuk mengekspresikan rasa seni dan menjalin tali kekerabatan antar warga
kampung. Biasanya, upacara dilangsungkan dalam suasana meriah karena diiringi
berbagai atraksi kesenian tradisional seperti permainan caci(melas), dading(nggezang),
de’re, sanda agu mbata dan lagu-lagu tradisional lainnya.
v Perayaan penti inipun
sebagai media pembelajaran bagi kaum ibu atau anak-anak gadis
mengembangkan bakat mereka dalam memainkan alat-alat musik tradisional seperti
gong, gendang dan sekaligus tempat belajar tentang tata cara dan teknik
memainkan berbagai alat musik tersebut.
v Tarian Caci (melas):
Perayaan penti juga sebagai wadah untuk mengekspresikan rasa seni dan menjalin
tali kekerabatan antar warga kampung. Biasanya, upacara dilangsungkan dalam
suasana meriah karena diiringi berbagai atraksi kesenian tradisional seperti
permainan caci.
v Penti sebagai wadah untuk berkumpul
kembali bagi anggota komunitas yang selama ini berdomisili di luar daerah.
Mereka dapat berkumpul untuk menjalankan sejumlah ritual adat seperti te’i
hang ata tu’a ko empo/ziu ghan ata wura (memberi sesajian bagi orang tua
yang sudah meninggal atau para leluhur nenek moyang) dan yang tak kalah penting
adalah penti sebagai medium paling efektif untuk membangun perdamaian antar
warga kampung.
v Dengan demikian, pesta penti
tak sekedar perayaan adat semata tetapi memiliki nilai sosial yakni membangun
keakraban dan tali silaturahmi bagi sesama penduduk kampung. Penti
merupakan sarana bagi komunitas kampung untuk membangun dan mempererat relasi
antar sesama tanpa memandang status sosial kaya atau pun miskin.
v Bagi orang Manggarai, penti
juga bernilai magis-spiritual di mana dengan melaksanakan penti, mereka yakini
dapat menghindari diri dari sanksi magis dari para leluhur atau orang tua yang
telah meninggal dunia. Hal ini dapat. maknai dalam beberapa ungkapan atau goe’t seperti: ai boto nangki du uma
main itu itang (kesalahan yang berpautan dengan kebun agar jangan sampai
terkena atau terbukti).
v Perayaan penti dilakukan dalam
beberapa tahapan dan setiap tahapan memiliki istilah, nilai dan maknanya masing-masing.
v Upacara penti biasanya
dimulai dari ritus yang diadakan di laur rumah seperti di area lingko, wae
tiku, boa (kuburan) dan compang (altar persembahan) hingga
pada Mbaru gendang (rumah adat) atau tembong dengan urutan
antara lain barong lodok, barong wae, barong boa, barong
compang atau taking compang. Ritus ini sejlan dengan ungkapan sastra
Manggarai yang terkenal seperti: Mbaru bati kae’ng,uma bati duat; Wae
bati teku-natar bati labar, compang tara.
v Upacara Boa sendiri merupaan
ritus khusus untuk menghormati para leluhur dengan menyembeli hewan peliharaan
sebagai persembahan yang diiringi dengan doa-doa sesuai dengan norma adat
masing-masing kampung.
v Usai melakukan ritus di compang/nambe,
warga kemudian masuk ke rumah adat untuk melaksanakan apa yang mereka namakan wisi
loce/wizi nepe (bentang tikar) yakni ajakan bagi para roh leluhur yang
telah diundang dari lodok, boa, wae tiku dan compang/nambe untuk
sama-sama menantikan upacara puncak penti.
v Usai upacara penti, semua warga
boleh kembali ke rumah mereka masing-masing untuk melaksanakan upacara libur
kilo yakni upacara penti untuk masing-masing keluarga bertujun serupa yakni
mengucap syukur kepada Tuhan sekaligus meminta bimbingan dan penyertaan Tuhan
dan leluhur untuk perjalanan hidup masing-masing keluarga ke depan.
Pantangan atau larangan yang terdapat dalam upacara
penti yakni;
Setelah
selsai acara penti masyarakat manggarai timur Irong (larang) yakni selama 3 hari selesai acara, semua masyarakat
tidak boleh melakukan semua jenis kegiatan atau kerja fisik ditiadakan. Hal
lain juga tidak boleh melakukan hal-hal yang diinginkan bersama baik di dalam
kampung maupun dengan warga disekitarnya. Misalnya :mencuri, cacimaki,
memfitnah, saling cemburu yang bersifat merugikan sesama.
Komentar